“Semakin anda dapat memberikan kasih sayang
tanpa menginginkan apa pun sebagai balasan, maka anda akan semakin bahagia”. (Hale Downskin).
Salah
satu sekian banyak kutipan yang berdedikasi yang saya kutip dari seseorang
kontributor the secret HALE DOWNSKIN
dalam bukunya The Sedona Method yang
merupakan salah satu buku favorit saya yang membahas bagaimana cara dahsyat
melepas belenggu pikiran dan emosi untuk memasuki kebahagiaan sejati.
Terlepas dari itu,
mengingat peranan pemerintahan itu sendiri bagaimana implementasinya bagi
masyarakat yang tergolong kurang mampu, bahkan fakir?. Apakah tidak ada lagi
tegang rasa setidaknya sedikit meringankan beban yang dipikul mereka yang
tergolong kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah setempat?. Melihat
kondisinya saat ini, tidak terlihatnya seorang pemimpin yang memberikan kasih
sayang terhadap masyarakatnya tanpa menginginkan apa pun sebagai balasannya.
Namun sebaliknya. Jika tanpa adanya keuntungan yang didapatkan, maka tidak
heran kurangnya antisipasi pemerintahan dalam menangani masalah ekonomi-sosial
yang kronis di Aceh.
Teringat sebuah kalimat
yang terlontar pada suatu masa itu:
"Permasalah sosial di daerah ini sudah demikian kronis, sehingga kita
bertaruh bukan dengan jam lagi, tetapi dalam hitungan detik," katanya
ketika membuka Rakor Bidang Kesejahteraan Sosial se-Nanggroe Aceh, di Banda
Aceh, Minggu (5/1).[1].
Kalimat tersebut semestinya bisa
menjadi salah satu sebuah pendongkrak atau penyadar bagi yang berperan dalam
pemerintahan sekarang, yang seharusnya Jajaran Dinas Sosial khususnya harus memahami, para
penyandang masalah sosial kini sedang menantikan uluran tangan pemerintah
dengan penuh harap, terutama menyangkut dengan program rehabilitasi sosial
supaya benar-benar terwujud.
Permasalahan kesejahteraan sosial
merupakan hal-hal yang berkaitan dengan perlindungan anak, perempuan dan lanjut
usia, keterlantaran, kecacatan, ketunasosialan, bencana alam, serta bencana
sosial. Penanganan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial khususnya fakir
miskin yang tidak dilakukan secara tepat akan berakibat pada kesenjangan sosial
yang semakin meluas, dan berdampak pada melemahnya ketahanan sosial masyarakat,
serta dapat mendorong terjadinya konflik sosial, terutama bagi kelompok
masyarakat yang tinggal di daerah terpencil dan perbatasan.
Mengundang
melihat kondisi yang tidak seharus nya dialami oleh Pak Zainuddin seorang Ayah
yang sangat membanggakan bagi kedua anak-anaknya. Yakni, Muklis yang masih
diparuh baya berusia 4 tahun dan Rahmat yang masih berusia 10 tahun. Bagaimana
tidak, dibalik keterbatasannya yang mengalami cacat fisik yang sedang
dialaminya. Namun, seorang Ayah yang berusia 50 tahun tersebut masih tetap
berjuang untuk menafkahi keluarganya, walau keterbatasan yang sewaktu-waktu
bisa mengahambat kinerjanya.
Pak
Zainuddin saat ditanya mengenai latar belakang keluarganya memang sedikit
mengharukan. Sejak kecil beliau memang sudah lama menjalani pekerjaan ini
sebagai pedagang tiram. Beliau saat ditanya latar pendidikannya, memang sangat
mempengaruhi peran yang dijalaninya sekarang sebagai pedagang tiram. Karena,
Ayah dari dua anak tersebut melalui keterangan yang diberikan, merupakan salah
satu sekian banykannya masyarakat yang ada di Aceh, termasuk yang tidak pernah
mengecap bagaimana rasanya dunia pendidikan. Bahkan, tingkat sederajat pun
beliau tidak pernah merasakannya.
Pak
Zainuddin yang berdomisili di Ruyung kecamatan Krueng Raya berdasarkan dari
keterangan beliau. Dikesehariannya berjualan tiram, tidak terlepas dari peran
seorang istrinya yang bekerja sebagai ibu rumah tangga, yang membantu untuk
mengumpulkan tiram-tiram tersebut dan diteruskan oleh Pak Zainuddin untuk
dipasarkan di tempat-tempat tertentu tergantung situasinya. Persentase
penghasilan yang bisa dihasilkan dari tiram-tiram tersebut jika disama ratakan
dalam perhari, Pak Zainuddin dapat mengumpulkan sekitar Rp. 30.000/harinya. Itu
pun jika seandainya tiram-tiram tersebut diminati konsumen setiap harinya.
Menurut laporan beliau, bahkan dalam hari-harinya berjualan tiram, pernah
sewaktu-waktu ia tidak mendapatkan sedikitpun dari hasil dari penjualan
tiram-tiramnya. Dikarenakan, kurangnya minat konsumen dengan tiram-tiram yang
kurang menrik perhatian konsumen. Apalagi ditambah dengan kondisi Pak
Zainudduin yang mengalami cacat fisik yang dialaminya terutama diwajah dalam
penglihatan, sewaktu-waktu yang akan bisa sangat mempengaruhi minat seorang
konsumen untuk mengampiri tiram-tiram
beliau.
Melihat
dari deskripsi diatas, apakah Pak Zainuddin salah satu orang yang semestinya
mendapatkan perhatian dari pemerintah, apakah dibiarkan saja seperti adanya?.
Apakah lingkungan kinerja pemerintah itu hanya paginya pergi kekantor sorenya
pulang kerumah dan seterusnya secara kelanjutan?. Apakah pemerintah hanya bisa
mengatakan akan ditindaki lanjuti, melontarkan janji dan teori-teori
kemaslahatan ummat?.
Namun
permasalahan ekonomi-sosial kronis yang dihadapi masyarakat sekarang dan
bertanya, dimanakah peran pemerintahan yang mengatas namakan kesejahteraan
rakyat? Dimana janji yang akan mengayomi masyarakat untuk menuju kehidupan
yanag lebih baik itu?. Dimana letak demokrasi pandangan hidup yang mengutamakan
persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga Negara?.
Jika
ditelusuri kebelakang, persoalan yang dihadapi masyarakat Aceh umumnya
diepengaruhi karena konflik masa lampau yang berkepanjangan dan pasca tsunami.
Secara tidak sadar mempengaruhi berubahnya tatanan hidup masyarakat Aceh.
Mengalami transformasi social secara terus menrus. Akibatnya, akses lain yang dirasakan sekarang ini adalah
menurunnya pendapatan masyarakat, rendahnya tingkat kesehatan bahkan pendidikan.
Menurut dari data populasi PMKS (penyandang masalah kesejahteraan social) yang
terdapat pada Dinas Social Aceh
sampai dengan akhir tahun 2009, terdapat 1.884 jiwa gelandangan dan pengemis,
1.156 jiwa bekas narapidana dan 320 jiwa tuna susila. Selain itu, sampai akhir
tahun 2009 tercatat lebih dari 100 ribu jiwa anak mengalami permasalahan
sosial, diantaranya terdapat 83.114 jiwa anak terlantar, 1.823 jiwa anak nakal,
anak jalanan sebanyak 590 jiwa. Begitu juga
dengan populasi para lanjut usia terlantar yang mencapai 13.649 jiwa dan
kondisi ini mengalami kecenderungan meningkat setiap tahunnya. Dinas Social Aceh tahun 2008 juga mencatat 7.160 anak yang berada di panti. Dan bagaimana ditahun 2012 terkahir?. Secara terus menerus mengalami
kenaikan-kenaikan masalah kesejahteraan social di Aceh.
Menghadapi situasi
problematika yang dihadapi sekarang, hendaknya pemerintah setempat sesegara
mungkin menyusun berbagai program cepat (crash
program) yang lebih mengarah kepada pemberdayaan masyrakat yang tergolong
memiliki ekonomi rendah, apalagi mengalami cacat fisik yang seharusnya
mempunyai pekerjaan yang sesuai dengan kondisi yang dialaminya. Memberikan
modal usaha, penyediaan lapangan kerja, pelatihan pekerja, memberikan bantuan
secara dihibahkan bagi mereka yang memang sangat memerlukan bantuan tersebut dan
hal yang terpenting adalah pendidikan wajib bagi seluruh masyarakat Aceh. Baik
9 tahun 13 tahun bahkan sampai keperguruan tinggi. Perlu adanya beasiswa untuk
meringankan pembiayaan hidup serta yang akan dapat memacu semangat belajar
pelaku pendidikan itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar